Layanan Internet Murah

Photobucket

BALADA RUKUN TETANGGA

Pak RT adalah bagian dari kita dan merupakan kepanjangan tangan pemerintah. Ia berada di tengah. Seumpama jembatan ia menghubungkan dua bibir jurang. Seumpama tangga ia harus rela diinjak menghubungkan atas dan bawah. Kalau mau membiasakan diri taat aturan dan taat pemerintah, taatilah Pak RT. Kebiasaan kita, tidak mau dipilih menjadi pemimpin, mengambil jalan selamat menjadi rakyat, tetapi ketika pemimpin sudah dipilih, malah kita gerundeli, kita berontaki, kita maki-maki.


Kalau begitu kapan ada keteraturan dan keamanan. Kalau tidak terima, silakan protes, tetapi melalui jalurnya, sesuai koridor yang berlaku. Kritis boleh, tetapi yang prosedural. Kalau Pak RT rada judes, itu demi kebaikan kita dan kebaikan semua warga. Soalnya, sekian puluh keluarga yang menjadi warga suatu RT berada di bawah tanggung jawab dan pengawasan Ketua RT.

Kalau ada salah satu warga tidak melapor dan lolos dari pengawasan RT dan ternyata dia itu buronan teroris yang dicari-cari polisi, siapa yang bertanggung jawab? Ya Pak RT. Kalau terjadi misalnya
-naudzubillah-- tindak kriminalitas di lingkungan kita, terus jatuh korban, siapa pihak pertama yang paling bertanggung jawab? Tentu Pak RT. Karena itu, selama bukan perintah berbuat durhaka kepada Tuhan, patuhilah, patuhilah Pak RT-mu.

Biasanya profil Ketua RT yang dipilih warga adalah sebagai berikut: warga lama, cukup sepuh, aktif, dan punya kepedulian sosial, serta berasal dari level sosial ekonomi yang sederajat dengan warga. Sebab, kalau Ketua RT berasal dari level yang lebih tinggi, tentu akan membuat warga segan dan malu mengadukan urusan-urusan mereka.

Menurut sejarahnya di zaman Jepang, lembaga ini berasal dari lembaga setingkat kampung yang disebut Tonarigumi. Satu Tonarigumi terdiri dari 10 hingga 20 kepala keluarga yang diketuai seorang kumicho. Lembaga ini diadakan dalam rangka memperketat cengkeraman pemerintah atas penduduk, serta meningkatkan komunikasi dengan mereka. Sekarang fungsi penjajahan kayak begitu sudah tak lagi berlaku.

Rapat rutin warga sebenarnya merupakan acara favorit orang yang demen berguyub. Rukun adalah naluri. Masa ada orang yang suka tukaran, adu mulut, atau bahkan adu jotos. Kalau ada orang yang modelnya kayak gini sudah dipastikan mengidap kelainan jiwa.

Rapat warga itu menyambung yang putus, mencairkan yang beku, menghapus prasangka ini dan itu. Meskipun saya sendiri sering bolos kalau diundang rapat, bukan berarti gak mau bersatu sama yang lain. Paling-paling capek, bos. Nah, kalau kepingin berjuang bagi bangsa dan negara, berjuanglah untuk rukun sama tetangga. Kalau kepingin negara ini stabil, stabilkan dulu emosimu. Untuk tidak gampang ngamukan kalau hak-hak sosial kita tidak ditunaikan. Sabaroo… mungkin itu karena kita kurang menunaikan kewajiban sosial kita juga. Ayo, ngaku!

Kadang-kadang di pertemuan rutin warga itu, yang dibicarakan adalah masalah-masalah sepele yang menyangkut kepentingan bersama. Kalau peserta rapat sudah riuh mengajukan berbagai usulan, misalnya bagaimana cara terbaik mempunyai tangga untuk pasang lampu jalan, itu berarti kepedulian sosial warga masih cukup lestari. Pak RT harus menampung semuanya dan memilah usulan yang lebih maslahat. Tidak enteng menjadi Ketua RT. Sudah nyaris tidak digaji, tanggung jawabnya berat lagi. Kalau saya sih, ngurus rumah tangga aja. Belum bisa ngurusin tetangga.

Sumber Berita :

Klik ICON INI
untuk meninggalkan pesan, Kirim Artikel atau Berita anda

  ©Template by Dicas Blogger.